CILINCING-Meski terjadi penolakan warga atas penutupan Tempat Penampungan Sampah (TPS) Nagrak, Cilincing, Jakarta Utara, Dinas Kebersihan DKI Jakarta tetap bersikukuh jika TPS itu merupakan TPS liar dan harus ditutup. Sebab, keberadaan TPS Nagrak melanggar Undang-Undang No 18 tahun 2010 tentang Pengelolaan Sampah yang melarang adanya TPS dalam kota dengan sistem open dumping atau sistem terbuka. Nantinya, sampah yang biasa dibuang di TPS Nagrak dialihkan ke tiga lokasi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) yaitu Bantargebang, Bekasi, Sunter dan Cakung Cilincing Jakarta Utara.
Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Eko Bharuna, mengatakan sesuai amanat UU tersebut, semua daerah harus menutup tempat pembuangan sampah dengan sistem terbuka hingga 2013. Kecuali TPS tersebut meningkatkan teknologi pengelolaan sampahnya. Sebab, pada sistem terbuka (open dumping), sampah dibuang begitu saja dalam sebuah tempat pembuangan akhir tanpa ada pengolahan apapun. Sehingga mengakibatkan pencemaran lingkungan.
Dijelaskannya, sebelum UU tersebut diterbitkan pusat, Pemprov DKI sudah menutup TPS Nagrak sejak tahun 2000. Keberadaan TPS tersebut dinilai mengganggu lingkungan sekitar, baik itu pencemaran udara, tanah dan air. Tidak hanya itu, muncul pula gubuk-gubuk liar pemulung yang memilah sampah-sampah industri di lokasi tersebut.
Namun, kendati sudah ditutup, TPS tersebut selalu dibuka kembali oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Sehingga Dinas Kebersihan DKI bersama Suku Dinas Kebersihan Jakarta Utara melakukan penertiban kembali pada, Kamis (3/3) kemarin. Penertiban tersebut sempat mendapatkan perlawanan dari warga dan akhirnya Dinas Kebersihan DKI gagal menutup TPS tersebut.
“Tadi pagi, saya kembali ke sana dan memergoki dua truk sampah. Satu truk milik swasta yang tidak bekerja sama dengan Dinas Kebersihan DKI, dan satu lagi truk sampah DKI Jakarta. Kedua sopir itu langsung saya cekal dan dibawa untuk diperiksa lebih lanjut karena telah melakukan pelanggaran,” katanya, Jumat (4/3).
Eko menambahkan, TPS Nagrak seluas 3,5 hektar selama ini menampung dan menyalurkan sampah daur ulang, seperti plastik, botol, kaleng, sandal karet dan kain. Sampah industri tersebut dikelola secara individu oleh sekelompok orang .
Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Eko Bharuna, mengatakan sesuai amanat UU tersebut, semua daerah harus menutup tempat pembuangan sampah dengan sistem terbuka hingga 2013. Kecuali TPS tersebut meningkatkan teknologi pengelolaan sampahnya. Sebab, pada sistem terbuka (open dumping), sampah dibuang begitu saja dalam sebuah tempat pembuangan akhir tanpa ada pengolahan apapun. Sehingga mengakibatkan pencemaran lingkungan.
Dijelaskannya, sebelum UU tersebut diterbitkan pusat, Pemprov DKI sudah menutup TPS Nagrak sejak tahun 2000. Keberadaan TPS tersebut dinilai mengganggu lingkungan sekitar, baik itu pencemaran udara, tanah dan air. Tidak hanya itu, muncul pula gubuk-gubuk liar pemulung yang memilah sampah-sampah industri di lokasi tersebut.
Namun, kendati sudah ditutup, TPS tersebut selalu dibuka kembali oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Sehingga Dinas Kebersihan DKI bersama Suku Dinas Kebersihan Jakarta Utara melakukan penertiban kembali pada, Kamis (3/3) kemarin. Penertiban tersebut sempat mendapatkan perlawanan dari warga dan akhirnya Dinas Kebersihan DKI gagal menutup TPS tersebut.
“Tadi pagi, saya kembali ke sana dan memergoki dua truk sampah. Satu truk milik swasta yang tidak bekerja sama dengan Dinas Kebersihan DKI, dan satu lagi truk sampah DKI Jakarta. Kedua sopir itu langsung saya cekal dan dibawa untuk diperiksa lebih lanjut karena telah melakukan pelanggaran,” katanya, Jumat (4/3).
Eko menambahkan, TPS Nagrak seluas 3,5 hektar selama ini menampung dan menyalurkan sampah daur ulang, seperti plastik, botol, kaleng, sandal karet dan kain. Sampah industri tersebut dikelola secara individu oleh sekelompok orang .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar